Boyong kenthong adalah sebuah tradisi yang dilakuan secara turun temurun oleh masyarakat desa penggarit. Tradisi ini berkaitan dengan suksesi atau pergantian kepemimpinan. Setiap pergantian Lurah (Kepala Desa), lurah yang sudah purna tugas menyerahkan simbol kepemimpinan berupa kenthongan kepada masyarakan melalui BPD. Kenthongan yang dinamai “Nyai Gandrung lulut” kemudian diserahkan kepada lurah terpilih. Prosesi penyerahan kenthongan dari lurah lama kepada BPD dan penyerahan kembali kepada lurah terpilih yang dilakukan dengan cara di “boyong” atau diarak. Karena itulah prosesi ini dinamakan “boyong kenthong”
Berlokasi di Benowo Park tradisi Boyong Kenthong dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Pemalang, Perwakilan Desa Wisata Se Jawa Tengah, dan juga masyarakat umum.
Acara dimulai dengan mengarak kenthongan dari lapangan desa Penggarit menuju Benowo Park. Hal tersebut sebagai simulasi seolah – olah kenthongan di arak dari kepala desa yang sebelumnya menjabat. Sesampainya di Benowo Park, digelar simulasi pemilihan kepala desa. Dalam simulasi ini diikuti oleh dua orang calon yang dilambangkan dengan Ketela dan Padi. Mas Bupati Pemalang ikut menyumbangkan suaranya dalam prosesi simulasi pemilihan ini. Setelah dilakukan penghitungan perolehan suara, kentongan diarak menunju kepala desa terpilih. Mas Bupati Pemalang melakukan pemukulan Kenthongan sebagai penanda berakhirnya seluruh rangkaian “Parade Budaya” yang digelar oleh Pemerintah Desa Penggarit.