Menjadi Desa Pemajuan Kebudayaan, Penggarit Gelar “Parade Budaya”

Desa Penggarit terpilih sebagai salah satu desa pemajuan kebudayaan dari 359 desa se-Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut desa Penggarit dengan bangga mempersembahkan ‘Parade Budaya’ yang akan diseleggarakan berbagai acara di beberapa hari, diantaranya:
1. Sedekah Bumi, digelar Tanggal 17 Oktober 2021
Pengugkapan rasa syukur kepad tuhan Yme bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan apa yang dilakukan olehh masyarakat desa penggarit yaitu dengna apa yang mereka namakan sedekah bumi. Sedekah bumi sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepad tuhan, atas hasil mereka bercocok tanam selama setahun, karena itulah sedekah bumi dilakukan pada awal tahun yaitu pada bulan muharam atau bulan suro. Sedekah bumi dilakukan oleh masyarakat penggarit dengan cara menyajikan aneka macam hasil bumi baik yang masih mentah mupun yang sudah berbentuk olahan. Mereka berkumpul pada suatu tempat dengan membawa sajian tersebut. Setelah ritual do’a, sajian tersebut dibagikan atau disedekahkan kepada siapa saja yang memerlukan. Karena sedekah yang diberikan adalah dari hasil bumi, maka ritual ini dinamakan sebagai sedekah bumi

2. Serabi Likuran, digelar Tanggal 23 Oktober 2021
Serabi adalah makanan yang berbahan dasar tepung beras yang di goreng tanpa minyak menggunakan wajan dari liat. Istilah likuran diambil dari bahasa jawa untuk menamai bilangan setelah angka 20. Jadi 21 diterjemahkan sebagai “selikur”, 22 diterjemahkan sebagai “Rolikur” dan seterusnya. Pada bulan ramadhan setiap tanggal likuran ganjil masyarakat penggarit percaya akan turunnya malam lailatul qoddar. Karena itulah masyarakat berlomba-lomba untuk berbuat baik kepada orang – orang disekitarnya dengan mengantarkan olahan makanan paling enak pada zamannya yaitu serabi. Sehingga kebiasaan ini dinamai serabi likuran.
3. Boyong Kenthong, digelar Tanggal 31 Oktober 2021
Boyong kenthong adalah sebuah tradisi yang dilakuan secara turun temurun oleh masyarakat desa penggarit. Tradisi ini berkaitan dengan suksesi atau pergantian kepemimpinan. Setiap pergantian Lurah (Kepala Desa), lurah yang sudah purna tugas menyerahkan simbol kepemimpinan berupa kenthongan kepada masyarakan melalui BPD. Kenthongan yang dinamai “Nyai Gandrung lulut” kemudian diserahkan kepada lurah terpilih. Prosesi penyerahan kenthongan dari lurah lama kepada BPD dan penyerahan kembali kepada lurah terpilih yang dilakukan dengan cara di “boyong” atau diarak. Karena itulah prosesi ini dinamakan “boyong kenthong”